Kesenian Tradisional
Masyarakat Banten
Debus
merupakan kesenian bela diri dari Banten yang mempertunjukan kemampuan manusia
yang luar biasa. Misalnya kebal senjata tajam, kebal air keras dan lain- lain. Kesenian
ini berawal pada abad ke-16, pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin
(1532-1570). Pada zaman Sultan Ageng Tirtayasa (1651—1692) Debus menjadi sebuah
alat untuk memompa semangat juang rakyat banten melawan penjajah Belanda pada
masa itu. Kesenian Debus saat ini merupakan kombinasi antara seni tari dan
suara.
Kesenian Debus yang
sering dipertontonkan di antaranya:
·
Menusuk perut dengan tombak atau senjata
tajam lainnya tanpa terluka.
·
Mengiris bagian anggota tubuh dengan
pisau atau golok.
·
Memakan api.
·
Menusukkan jarum kawat ke lidah, kulit
pipi atau anggota tubuh lainnya hingga tebus tanpa mengeluarkan darah.
·
Menyiram tubuh dengan air keras hingga
pakaian yang dikenakan hancur lumat namun kulit tetap utuh.
·
Menggoreng telur di atas kepala.
·
Membakar tubuh dengan api.
·
Menaiki atau menduduki susunan golok
tajam.
·
Bergulingan di atas serpihan kaca atau
beling.
Debus
dalam bahasa Arab berarti tongkat besi dengan ujung runcing berhulu bundar.
Bagi sebagian masyarakat awam kesenian Debus memang terbilang sangat ekstrim.
Pada masa sekarang Debus sebagai seni beladiri yang banyak dipertontonkan untuk
acara kebudayaan ataupun upacara adat.
Sejarah
Debus
lebih dikenal sebagai kesenian asli masyarakat Banten, yang mungkin berkembang
sejak abad ke-18. Menurut sebagian banyak sumber sejarah, kesenian debus Banten
bermula pada abad 16 masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570)
Debus mulai dikenal pada masyarakat Banten sebagai salah satu cara penyebaran
agama Islam. Namun ada juga yang menyebutkan Debus berasal dari daerah Timur
Tengah bernama Al-Madad yang diperkenalkan ke daerah Banten ini sebagai salah
satu cara penyebaran Islam pada waktu itu. Yang lainnya menyebutkan bahwa debus
berasal dari tarekat Rifa’iyah Nuruddin al-Raniri yang masuk ke Banten oleh
para pengawal Cut Nyak Dien.
Nilai Budaya
Permainan
debus yang dilakukan oleh masyarakat Banten, jika dicermati secara mendalam,
maka di dalamnya mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai acuan
dalam kehidupan bersama dan bekal kehidupan di kemudian hari. Nilai-nilai itu
antara lain kerja sama, kerja keras, dan religius.
Nilai
kerja sama tercermin dalam usaha para pemain yang saling bahu-membahu dalam
menunjukkan atraksi-atraksi debus kepada para penonton. Nilai kerja keras
tercermin dalam usaha pemain untuk dapat memainkan debus. Dalam hal ini
seseorang yang ingin memainkan debus harus berlatih secara terus menerus sambil
menjalankan syarat-syarat dan pantangan-pantangan tertentu agar ilmu debusnya
menjadi sempurna. Dan, nilai religius tercermin dalam doa-doa yang dipanjatkan
oleh para pemain. Doa-doa tersebut dibacakan dengan tujuan agar para pemain
selalu dilindungi dan mendapat keselamatan dari Allah SWT selama
menyelenggarakan permainan debus.
Sumber
blog yang sangat bagus dan artikel yang menarik.
BalasHapusst3telkom
terimaksih for information and I liked the look of this website blog .......
BalasHapusgreetings